TUGAS SOFTSKILL
ILMU SOSIAL DASAR
TEMA : KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Name : Yakfi Asmarantyas Prianda
Class :2sa01
Npm :17611480
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Kerukunan Umat Beragama”.
Dalam penyusunan makalah ini, saya merasa masih banyak kekurangan. Baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat saya dalah manusia yang juga memiliki salah. Untuk itu kritik dan saran dari saya harapakan demi penyempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini saya sampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang membantu dan memberikan dorongan moral di dalam penyelesaian susunan makalah ini.
Akhirnya saya berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada yang telah memberikan bantuan dorongan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
I. PENDAHULUAN
Kerukunan umat beragama adalah suatu bentuk
sosialisasi yang damai dan tercipta berkat adanya toleransi agama. Toleransi
agama adalah suatu sikap saling pengertian dan menghargai tanpa adanya
diskriminasi dalam hal apapun, khususnya dalam masalah agama. Lalu, adakah
pentingnya kerukunan umat beragama di Indonesia ? Jawabannya adalah iya.
Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama.Walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatilik, Hindu, dan Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menurut pendapat seorang ahli tentang Kerukunan Umat Beragama ?
Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi juga termasuk agama.Walau mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, ada beberapa agama lain yang juga dianut penduduk ini. Kristen, Khatilik, Hindu, dan Budha adalah contoh agama yang juga banyak dipeluk oleh warga Indonesia. Setiap agama tentu punya aturan masing-masing dalam beribadah. Namun perbedaan ini bukanlah alasan untuk berpecah belah. Sebagai satu saudara dalam tanah air yang sama, kita harus menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia agar negara ini tetap menjadi satu kesatuan yang utuh.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menurut pendapat seorang ahli tentang Kerukunan Umat Beragama ?
2. Bagaimana menurut pendapat saya tentang Kerukunan
Umat Beragama ?
C. Tujuan Penelitian
1. Menurut pendapat para tokoh atau ahli tentang
Kerukunan Umat beragama dapat dijelaskan
2. Untuk mengetahui alasan pendapat saya dari sudut pandang tentang Kerukunan Umat Beragama.
II PEMBAHASAN
Sekitar 30 pemuka atau tokoh lintas agama tingkat
pusat turut dalam rombongan Departemen Agama pada acara audiensi dan dialog
yang digelar tiga hari di Ternate dan Halmahera, Maluku Utara. Dan menurut
beberapa pendapat seorang tokoh atau ahli diantara lain Ketua PP Muhammadyah
Goodwil Zubir, Ridwan Lubis dari PBNU, I Nengah Dana (PHDI), Romo Benny Susetyo
(KWI), Pendeta Kumala Setiabrata (PGI), Slamet Effendi Yusuf (MUI), Sudjito
Kusumo (WALUBI) serta Herlianti Widagdo (MATAKIN). Rombongan disambut Wagub
Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba serta sejumlah tokoh dan pemuka agama Maluku
Utara.
Diakui Menag, kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam pemelukan agama. ``Kita sudah terbiasa menerimanya dengan hidup berdampingan secara damai dalam balutan semangat kesatuan bangsa. ``Namun penerimaan perbedaan saja tanpa pemahaman yang mendalam akan arti dan hakikat yang sesungguhnya dari perbedaan tersebut ternyata masih sangat rentan terhadap godaan kepentingan primordialisme dan egosentrisme individu maupun kelompok,`` katanya. Menurut Menag, gangguan kedamaian itu akan mudah meluas manakala sentimen dan simbol-simbol keagamaan dipakai sebagai sumbu atau pemicu.
Diakui Menag, kondisi kehidupan keagamaan di Indonesia saat ini diwarnai oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam pemelukan agama. ``Kita sudah terbiasa menerimanya dengan hidup berdampingan secara damai dalam balutan semangat kesatuan bangsa. ``Namun penerimaan perbedaan saja tanpa pemahaman yang mendalam akan arti dan hakikat yang sesungguhnya dari perbedaan tersebut ternyata masih sangat rentan terhadap godaan kepentingan primordialisme dan egosentrisme individu maupun kelompok,`` katanya. Menurut Menag, gangguan kedamaian itu akan mudah meluas manakala sentimen dan simbol-simbol keagamaan dipakai sebagai sumbu atau pemicu.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PP Muhammadyah
Goodwil Zubir menegaskan bahwa sepanjang sejarah konflik horizontal yang pernah
terjadi di Indonesia, tidak pernah bermula atau berawal dari agama sebagai
pemicunya. ``Misalnya kasus di Poso, Aceh, Sampit dan di Maluku ini, bukan
merupakan konflik agama. Namun konflik kepentingan yang kemudian dibungkus atau
dikemas dengan agama,`` tegas Goodwil.
Menurut Goodwil, salah satu tujuan penyelenggaraan dialog antar tokoh agama pusat dan daerah ini, antara lain adalah untuk menyerap kearifan-kearifan lokal yang terdapat di Maluku Utara. ``Ini juga kita lakukan di daerah-daerah lain. Bisa saja kearifan lokal yang ada di Maluku Utara ini kemudian bisa diterapkan di daerah lain. Demikian juga sebaliknya,`` kata Goodwil.
Menurut Goodwil, salah satu tujuan penyelenggaraan dialog antar tokoh agama pusat dan daerah ini, antara lain adalah untuk menyerap kearifan-kearifan lokal yang terdapat di Maluku Utara. ``Ini juga kita lakukan di daerah-daerah lain. Bisa saja kearifan lokal yang ada di Maluku Utara ini kemudian bisa diterapkan di daerah lain. Demikian juga sebaliknya,`` kata Goodwil.
"Bahkan, Indonesia dianggap sebagai
laboratorium kerukunan umat beragama. Paling tidak hal ini terungkap dari
pernyataan Menlu Italia Franco Frattini dan pendiri komunitas Sant' Egidio,
Andrea Riccardi, dalam pidato mereka pada pembukaan seminar internasional
dengan tema "Unity in Diversity: The Indonesian Model for a Society in
which to Live Together" yang digelar pada 4 Maret 2009 di Roma,"
ujarnya.Pujian itu tentu saja tidak boleh membuat semua pihak terlena. Harus
tetap mawas diri karena kerukunan umat beragama adalah sesuatu yang dinamis
yang dapat berubah sesuai dengan perilaku para pendukungnya.
Menurut pendapat saya dari sudut pandangan mata
bahwa Kita semua sudah tahu, bahwa masalah hubungan antaragama di Indonesia
belakangan ini memang sangat kompleks. Banyak kepentingan ekonomi, sosial dan
politik yang mewarnai ketegangan tersebut. Belum lagi agama sering dijadikan
alat pemecah belah atau disintegrasi, karena adanya konflik-konflik di tingkat
elite dan militer.
III. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Perlu kita ketahui bersama bahwa sekarang kerukunan diantara agama sedikit demi sedikit mulai terkikis,seiring munculnya paham-paham yang menyimpang dari ajaran agama. Bagaimana bisa tercipta suatu keamanan Negara jika warganya sendiri tidak bisa saling menghargai satu sama lain.Dengan menteror warga dengan mengatasnamakan agama dan demokrasi.
Mengembalikan Kerukunan Umat Beragama
Dalam tahun-tahun belakangan ini semakin banyak didiskusikan mengenai kerukunan hidup beragama. Diskusi-diskusi ini sangat penting, bersamaan dengan berkembangnya sentimen-sentimen keagamaan, yang setidak-tidaknya telah menantang pemikiran teologi kerukunan hidup beragama itu sendiri, khususnya untuk membangun masa depan hubungan antaragama yang lebih baik--lebih terbuka, adil dan demokratis.Kita semua tahu, bahwa masalah hubungan antaragama di Indonesia belakangan ini memang sangat kompleks. Banyak kepentingan ekonomi, sosial dan politik yang mewarnai ketegangan tersebut. Belum lagi agama sering dijadikan alat pemecah belah atau disintegrasi, karena adanya konflik-konflik di tingkat elite dan militer.
Tulisan ini tidak akan membahas latar-belakang ekonomi, sosial, dan politik dari kehidupan antaragama di Indonesia belakangan ini--yang memang sudah banyak dianalisis--tetapi justru ingin kembali ke pertanyaan dasar: Adakah dasar teologis yang diperlukan untuk suatu basis kerukunan hidup beragama?
Pertanyaan ini penting, karena selama ini teologi dianggap sebagai ilmu dogmatis, karena menyangkut masalah akidah, sehingga itu tidaklah perlu dibicarakan--apalagi dalam hal antaragama. Sehingga terkesan teologi sebagai ilmu yang tertutup, dan menghasilkan masyarakat beragama yang tertutup. Padahal iklim masyarakat global dan pascamodern dewasa ini lebih bersifat terbuka dan pluralistis.
1. KESIMPULAN
Perlu kita ketahui bersama bahwa sekarang kerukunan diantara agama sedikit demi sedikit mulai terkikis,seiring munculnya paham-paham yang menyimpang dari ajaran agama. Bagaimana bisa tercipta suatu keamanan Negara jika warganya sendiri tidak bisa saling menghargai satu sama lain.Dengan menteror warga dengan mengatasnamakan agama dan demokrasi.
Mengembalikan Kerukunan Umat Beragama
Dalam tahun-tahun belakangan ini semakin banyak didiskusikan mengenai kerukunan hidup beragama. Diskusi-diskusi ini sangat penting, bersamaan dengan berkembangnya sentimen-sentimen keagamaan, yang setidak-tidaknya telah menantang pemikiran teologi kerukunan hidup beragama itu sendiri, khususnya untuk membangun masa depan hubungan antaragama yang lebih baik--lebih terbuka, adil dan demokratis.Kita semua tahu, bahwa masalah hubungan antaragama di Indonesia belakangan ini memang sangat kompleks. Banyak kepentingan ekonomi, sosial dan politik yang mewarnai ketegangan tersebut. Belum lagi agama sering dijadikan alat pemecah belah atau disintegrasi, karena adanya konflik-konflik di tingkat elite dan militer.
Tulisan ini tidak akan membahas latar-belakang ekonomi, sosial, dan politik dari kehidupan antaragama di Indonesia belakangan ini--yang memang sudah banyak dianalisis--tetapi justru ingin kembali ke pertanyaan dasar: Adakah dasar teologis yang diperlukan untuk suatu basis kerukunan hidup beragama?
Pertanyaan ini penting, karena selama ini teologi dianggap sebagai ilmu dogmatis, karena menyangkut masalah akidah, sehingga itu tidaklah perlu dibicarakan--apalagi dalam hal antaragama. Sehingga terkesan teologi sebagai ilmu yang tertutup, dan menghasilkan masyarakat beragama yang tertutup. Padahal iklim masyarakat global dan pascamodern dewasa ini lebih bersifat terbuka dan pluralistis.
IV. DAFTAR PUSTAKA
http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/kerukunan-umat-beragama-harus-terus-dipelihara/
http://www.depag.go.id/index.php?a=detilberita&id=4148
http://www.anneahira.com/kerukunan-umat-beragama-di-indonesia.htm
http://nasional.kompas.com/read/2009/05/28/08422671/Indonesia..Lab.Kerukunan.Umat.Beragama
http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/kerukunan-umat-beragama-harus-terus-dipelihara/
http://www.depag.go.id/index.php?a=detilberita&id=4148
http://www.anneahira.com/kerukunan-umat-beragama-di-indonesia.htm
http://nasional.kompas.com/read/2009/05/28/08422671/Indonesia..Lab.Kerukunan.Umat.Beragama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar